Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz Mehdawi, mengungkapkan perjuangan bangsa Palestina tidak hanya berperang melawan Israel dengan pertempuran dan pertarungan. Namun juga berjuang tentang bagaimana memenuhi kebutuhan pangan dengan bertani di tengah kondisi negara minim air. Untuk itu sekitar 20 insinyur pertanian dari Palestina dikirim ke Indonesia mengikuti pelatihan pertanian di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan Lawang, Malang, Jawa Timur, Senin, 1 Agustus 2016.
Rencananya mereka akan belajar tentang bagaimana bercocok tanam menggunakan metode hidroponik atau bercocok tanam dengan memanfaatkan air yang minim. "Palestina minim air, tidak seperti Indonesia banyak sumber air. Kita mempunyai sumber air sebagian juga dikuasai zionis Israel," kata Fariz Mehdawi. Fariz menjelaskan musim hujan di negara yang saat ini berjuang mendapat pengakuan dari dunia internasional itu hanya terjadi selama tiga bulan. Hujan hanya turun di kurun waktu bulan November hingga bulan Januari. Untuk itu ia menegaskan Palestina tidak bisa hidup sendirian, butuh bantuan dari sesama negara muslim.
"Musim hujan hanya tiga bulan kita butuh belajar tentang hidroponik karena tidak butuh banyak tanah dan air. Apalagi di Palestina tidak boleh ekspor impor dari perbatasan, ini sangat melumpuhkan ekonomi kita," papar Fariz. Saat ini total lahan pertanian di Palestina, 57 persen ditanami buah-buahan. Sedangkan 15 persen ditanami sayur-sayuran dan 28 persen ditanami biji-bijian. "Kami senang Indonesia bisa membagi pengalaman dan pengetahuannya pada kami," ucap Fariz.
Sementara itu, Kepala Pusat Pelatihan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kementerian Pertanian, Widi Hardjono, mengatakan, kerjasama berupa pelatihan dengan Palestina akan terus dilakukan untuk memajukan pertanian di dua negara ini. "Sistem cocok tanam hidroponik ini sebelumnya sudah kami coba. Kami pernah bekerjasama dengan Palestina, namun pelatihannya digelar di BBPP Lembang," kata Widi. Tidak hanya pembelajaran cocok tanam dengan metode hidroponik, insinyur pertanian Palestina ini juga akan belajar mengenai pengembangan tanaman obat. "Mereka tertarik dengan pengolahan daun di Indonesia yang bisa diolah menjadi minuman obat. Di Indonesia banyak sekali jamu, seperti untuk masuk angin dan lainnya, itu juga membuat mereka tertarik," ujar Widi.