Menurunnya jumlah petani, ditambah lesunya minat anak muda bergelut di sektor pertanian, membuat Indonesia yang dikenal sebagai negeri ijo royo-royo, terancam kehilangan mimpinya mewujudkan kedaulatan pangan di masa mendatang. Istilah ijo royo-royo, dahulu sangat akrab kita dengar, bahkan kerap disandingkan dengan suburnya tanah negeri ini. Tidak sampai di situ, hijaunya bumi Indonesia pada masa itu juga membawa manfaat bagi masyarakat luas, melalui aneka hasil tani yang melimpah ruah. Gambaran seperti ini, jika diaplikasikan pada masa sekarang, mungkin bakal sulit membayangkan seperti apa alam ijo royo-royo yang dimaksud. Karena sejauh ini, untuk seukuran negara agraris, justru masyarakat kita sering sekali dihadapkan pada persoalan yang menyangkut ‘perut’. Bisa dikatakan, kendala seputar isu pangan mulai dari kelangkaan komoditas hingga soal harga bahan pangan yang membubung tinggi, sudah menjadi permasalahan yang ‘lumrah’ terjadi di kalangan masyarakat kita. Jika Anda telusuri akar dari permasalahan ini, sebenarnya ada banyak hal mendasarinya. Dan perlu difahami pula, permasalahan tidak semata-mata terjadi karena menurunnya kualitas agroekosistem, membanjirnya produk impor, stagnasi produksi saja, tetapi menurunnya jumlah petani hingga mandeknya regenerasi petani muda, juga belakangan menjadi masalah serius yang tengah dihadapi bangsa ini. Dalam acara peluncuran Pemilihan Duta Petani Muda 2016, yang diusung organisasi-organisasi di bawah naungan Agriprofocus Indonesia, seperti Oxfam, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Kuncup Padang Ilalang (KAIL), secara tegas mengajak anak muda untuk terjun ke dunia pertanian. “Berkurangnya jumlah petani akan berimplikasi pada menurunnya ketersediaan produk pangan dalam negeri,” jelas Dini Widiastuti, Direktur Program Keadilan Ekonomi Oxfam di Indonesia, dalam acara peluncuran Duta Petani Muda 2016 di Cikini belum lama ini. Berdasarkan data BPS, dalam kurun 10 tahun (2003-2013), jumlah rumah tangga petani berkurang sebanyak 5 juta. “Angka ini cukup besar dan berimplikasi bagi keberlanjutan sektor pertanian Indonesia,” sambung Dini. Program Duta Petani Muda, yang pertama kali digelar pada 2014 silam, tengah menggalakan isu seputar regenerasi petani ke masyarakat luas. Hal ini guna menampik berbagai anggapan miring seputar pekerjaan petani, seperti anggapan pekerjaan petani kotor, miskin, tidak jelas pendapatannya dan sebagainya. Atas dasar itu pula, tak heran juga dari tahun ke tahun jumlah petani di Indonesia terus menyusut, dalam kurun waktu 2010-2014 berdasarkan data sensus pertanian saja, sudah ada sekitar tiga juta tenaga kerja yang rela keluar dari dunia pertanian. Perkuat Sektor Pendidikan Kepala Bidang Penyelenggaran Pendidikan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Siswoyo menuturkan perlu me-rebranding profesi petani di Indonesia. Dan cara terampuh ialah melalui jalur pendidikan. Upaya tersebut tergambar dari dilangsungkannya program Pertumbuhan Wirausaha Muda Pertanian pada tahun ini, yang diharapkan ke depan dapat memperbarui pandangan sekaligus minat anak muda atas bidang pertanian. Sejauh ini Kementan sudah mendapat 1.500 anak muda yang tertarik dalam bidang pertanian. ”Dalam tiga tahun, mereka kami kawal dan kami tidak sendiri, ada asosiasi di bidang pertanian di luar Kementan yang memperhatikan mereka juga. Yang terpenting saat ini, kita menumbuhkan minatnya dulu. Setelah itu kami didik, dan baru mereka bisa memulai bisnisnya,” jelas Siswoyo. Di luar program tersebut, Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) milik Kementan, sejak 2000-an menggelar wisata pendidikan pertanian, khusus anak-anak sekolah dari TK hingga SMA yang ingin tahu seputar dunia pertanian. “Di hari-hari tertentu, di luar jam sekolah. Mereka sering datang ke sekolah-sekolah kami. Antusiasmenya tinggi, seperti yang saya lihat di STPP Malang dan Magelang sering sekali kedatangan anak-anak untuk belajar pertanian,” cerita Siswoyo. Petani adalah wajah bangsa, dan juga merupakan salah satu kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini. Siswoyo menekankan, untuk membangun generasi petani, dibutuhkan kerjasama semua pihak. “Kami sudah berupaya untuk memajukan bidang pertanian di kalangan anak muda. Kami harapkan, ke depan yang ada di kepala anak muda itu, petani bukan identik dengan kemiskinan. Tetapi petani itu orang mulia karena mereka dengan kemampuan sendiri, bisa menghidupi banyak orang,” pungkasnya. Sementara Said menambahkan, berbagai faktor serta perspektif yang salah mengenai citra petani yang dekat kemiskinan, harus segera diubah. Dan ajang Duta Petani Muda 2016 ini menurutnya bisa menjadi solusi tersendiri bagi kemunduran di bidang pertanian Indonesia, terutama pada sisi regenerasi petani muda.“Padahal banyak juga anak muda yang berhasil di pertanian. Ajang pemilihan duta petani muda yang informasinya bisa diakses di www.dutapetanimuda.org ini, diharapkan menjadi terobosan untuk bisa mengangkat cerita-cerita positif yang dilakukan anak muda di seluruh Nusantara,” pungkasnya.