Kementerian Pertanian RI mengingatkan Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) di seluruh Indonesia, khususnya Polbangtan Yogyakarta - Magelang ´mematahkan anomali sumber daya versus paradigma pertanian´ melalui penerapan Teaching Factory (TeFa) skala industri, yang mengedepankan agroteknologi untuk mengantisipasi minat lulusan Polbangtan tetap bekerja di sektor pertanian.
Seruan itu dikemukakan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Momon Rusmono di Yogyakarta, Sabtu (8/9) saat membuka seminar nasional bertajuk ´Membangun Entrepreneur Muda dalam Perkembangan Agroteknologi di Era Digital´ yang dihadiri oleh Ketua STPP Magelang, Ali Rachman; dan Center of Technology Politeknik se-Indonesia, Yossi Wibisono dan sejumlah pembicara.
Momon Rusmono mengharapkan Polbangtan dapat mengaplikasikan prinsip dasar TeFa untuk mengintegrasikan pengalaman dunia kerja ke dalam kurikulum kampus, yang merupakan perpaduan dari pembelajaran berbasis produksi dan kompetensi.
"Kementerian menginginkan lulusan dari sini siap pakai untuk mendukung pembangunan pertanian nasional. Kembangkan pola pembelajaran yang membuat mahasiswa setelah lulus dari Polbangtan tidak kepincut ke sektor di luar pertanian," harap Kepala BPPSDMP.
Idealnya, lulusan Polbangtan Yogyakarta - Magelang dapat menjadi contoh bagi Polbangtan lain maupun perguruan tinggi negeri/swasta bahwa sarjana sains terapan tetap komitmen pada pilihannya memilih kuliah di Polbangtan, karena ingin memajukan pertanian.
"Bukan sekadar kuliah, karena kepepet gagal masuk ke universitas atau fakultas favorit. Hal itu dapat diketahui dari tes minat dan kemampuan saat ujian masuk, dan Polbangtan harus menjaga minat dan kemampuan sang mahasiswa agar tidak beralih minatny setelah mengikuti perkuliahan di Polbangtan," kata Momon.
Anomali versus Paradigma Dalam paparannya, Yossi Wibisono dari Center of Technology Politeknik se-Indonesia menguraikan tentang ´anomali sumber daya versus paradigma pertanian´ mengutip pernyataan Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam Dies Natalis ke-54 pada 2017 bahwa hanya 8% generasi muda yang saat ini berkecimpung di sektor pertanian secara nyata, karena pertanian dirasakan merupakan bidang kerja yang tidak menguntungkan.
"Hal yang sebenarnya merupakan anomali dengan paradigma terkait lapangan kerja di pertanian, Asosiasi Politeknik Indonesia pada 2017 merilis bahwa jumlah peminat ke jurusan Agroteknologi yang dapat ditampung hanya sekitar 64,72%," kata Yossi Wibisono.
Pembicara lain adalah Direktur Utama PT Naturan Nusantara, Hana Indra Kusuma dan Pispi Pusat, Achmad Tjachja.
Kenyataannya, kesempatan yang telah diberikan untuk mengenyam pendidikan di bidang pertanian tersebut ditindaklanjuti dengan hasil data dari trace study di the big five perguruan Indonesia bahwa output jumlah alumni yang bekerja di luar sektor pertanian malah menyentuh angka lebih dari 80%.
"Kurang dari 20 persen alumni yang benar-benar bersedia terjun di dunia agroteknologi baik secara langsung maupun tidak langsung," kata Yossi Wibisono. (eko)